aku dan karya ku

aku dan karya ku
omod

Rabu, 04 Agustus 2010

FIKSI MINI (Bersastra di Twitter)

Kemjauan teknologi sangat mempengaruhi perkembangan banyak hal diberbagai bidang, begitu juga dengan sastra. Sastra sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemajuan teknologi, bisa kita ambil contoh jaman dahulu penulisan karya sastra hanya biasa di lakukan di atas kertas, sekarang tidak lagi, karya sastra biasa di tulis di media elektronik atau komputer, dan tidak sampai disitu teknologi perkomputeran terus berkembang dengan adanya media internet dan para pecinta sastra dapat menyebarluaskan karya sastranya lewat media internet, namun perkembangan media internet juga tidak terhenti sampai disitu, pasti untuk peminat internet mengenal situs pertemanan yang di sebut dengan Friendster, dalam situs pertemanan itu pengguna internet dapat menulis apa saja tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain, situs pertemanan berlanjut dengan munculnya Face Book yang begitu penomemal di awal 2007, Face Book atau FB yang di temukan seorang mahasiswa Oxsford banyak sekali menyedot perhatian pecinta internet, situs pertemanan ini lebih menarik dari situs pertemanan sebelumnya, pasalnya dalam FB lebih banyak hal yang bisa dilakukan, FB yang pada dasarnya adalah media tulis menulis antara penggunanya sangat digemari juga oleh para sastrawan, sastrawan bisa menyebarkan karya sastranya lewat situs ini, bukan hanya sastrawan yang kerajinan menulis tapi semua pengguna FB menjadi sering menulis apa yang dirasakannya hari ini atau mengirim pesan kepada sesama pengguna. Face Book tentunya memberi angin segar untuk dunia tulis menulis, walaupun FB telah menggantikan tradisi penulisan di buku harian atau Diari.
Perkembangan situs pertemanan yang tidak pernah terhenti memunculkan kembali produk barunya seperti yang paling baru yaitu Twitter , situs ini sebenarnaya lebih simpel dari FB, di situs ini penggunanya hanya bisa menuliskan sesuatu diantara dinding penggunanya, tidak seperti FB yang bisa langsung mengobrol dengan sesama penggunanya, tapi ada yang lebih menarik di Twitter dalam perkembangan dunia sastra. Agus Noor seorang sastrawan yang disebut-sebut sastrawan angkatan 2000an, bersama teman-temannya Eka Kurian dan Klara Ng, mencetuskan suatu terobosan baru dalam dunia sastra di Twitter yaitu Fiksi mini, istialh Fiksi mini dicetuskan Agus Noor untuk menamai cerita singkat yang berusaha menceritakan sebanyak mungkin kisah dengan seminim mungkin kata. “setiap pengirim cerita harus menemukan konsep dramatik dalam keterbatasan itu, ini tantangan yang menarik,” kata Agus.
Di Perancis, Fiksi mini dikenal dengan nama nouvelles. Orang Jepang menyebut kisah-kisah mungil itu dengan nama “cerita setelapak tangan”, karena cerita itu akan cukup bila dituliskan di telepak tangan kita. Ada juga yang menyebutnya sebagai “cerita kartu pos” (postcard fiction), karena cerita itu juga cukup bila ditulis dalam kartu pos. Di Amerika, ia juga sering disebut fiksi kilat (flash fiction), dan ada yang menyebutnya sebagai sudden fiction atau micro fiction. Bahkan, seperti diperkenalkan Sean Borgstrom, kita bisa menyebutnya sebagai nanofiction. Ada yang mencoba memberi batasan fiksi mini itu melalui jumlah katanya. Misalkan, sebuah karya bisa disebut Fiksi mini bila ia terbentuk dari tak lebih 50 kata. Ada yang lebih longgar lagi, sampai sekitar 100 kata. Dalam batasan seperti ini, maka kita akan menemukan bahwa banyak penulis dunia seperti Kawabata, Kafka, Chekov, O Henry, sampai Ray Bradbury, Italio Calvino dan yang paling mutakhir Julio Cortazar, menghasilkan Fiksi mini yang dahsyat. Kedahsyatan itu terasa, betapa dalam kisah yang ditulis dengan “beberapa kalimat saja”, kita dibawa pada petualangan imajinatif yang luar biasa. Dan inilah, memang, yang membuat Fiksi mini, terasa punya hulu ledak. Ia seperti bom kecil, yang di tanamkan ke kepala kita, dan ledakannya membuat otak kita berguncang. Ada gema panjang, yang bahkan terus menggoda dan tak mudah hilang, setelah kita membacanya dalam sekejap, Agus menyebutnya Fiksi mini (bukan prosa mini), karena fiksi mini memang bisa juga berbentuk puisi. Tetapi, tentu saja, bila menyangkut urusan kategorisasi, Fiksi mini tetap harus memiliki elemen narataif atau penceritaan, untuk membedakannnya dengan “puisi pendek” (misalnya). Karena kita tahu, ada bentuk-bentuk puisi yang sangat pendek, seperti haiku, tetapi barangkali tetap lebih nyaman bila disebut sebagai puisi pendek, bukan Fiksi mini. Maka, dalam Fiksi mini itu, elemen dasar penceritaan atau naratif (yang karenanya menjadi lebih dekat pada prosa) bisa ditemukan. Kita mengenal element penceritaan seperti penokohan (protagonis dan antagonis), konflik, obstacles atau juga complication dan resolution. Barangkali, pada Fiksi mini, justru resolution itu yang dihindari, karena dalam Fiksi mini, akhir (ending) menjadi semcam gema, yang terus dibiarkan tumbuh dalam imajinasi pembaca. Karakter menjadi kelebatan tokoh yang seperti kita kenal, tetapi tak mudah dipastikan, dan karenanya bergerak cepat. Itulah yang justru membuat kita penasaran.
Agus mengkutipkan satu contoh. Berikut ini adalah karya Joko Pinurbo, yang resminya oleh penulisnya sendiri, disebut puisi. Tapi, menurut saya, ia bisa disebut Fiksi mini:
Penjahat Berdasi
Ia mati dicekik dasinya sendiri.
Dalam karya itu, kita menemukan bayangan tokoh, yakni “si penjahat berdasi”. Di sana suatu konflik yang membuat si tokoh itu akhirnya mati secara mengerikan: dicekik oleh dasinya sendiri. Perhatikan kata “dicekik” dan bukan “tercekik”, misalnya. Dalam kata “dicekik” itulah, kita menemukan unsur plot arau alur: bagaimana suatu hari dasi itu berubah seperti tangan hitam dan kasar yang jengkel dan kemudian mencekik leher di tokoh itu”. Memilih kata yang tepat, efektif dan kuat secara imajinatif, menjadi kunci lain bagi proses penulisan Fiks mini.
Fiksi mini diminati oleh banyak kalangan mungkin karna ruang itu telah membuka kemungkinan ekspresi seni sastra alternatif yang mengasikan. Menjelang dua bulan ini pengikut @fiksimini mencapai sekitar 4500 orang, tak hanya kalangan sastrawan peminatnya meluas di masyarakat, seperti wartawan, sutradara, mahasiswa, dari remaja sampai berusia tua. Pengelola Fiksimini kemudian membuat blog tersendiri, http://fiksimini.com, untuk mem-backup data yang masuk, hingga kini data yang terekam mencapai 2000 cerita cerita itu bakal dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku.
Salah satu contoh Fiksi mini milik Agus Noor
Sebutir Debu
Tepat, ketika sebutir debu itu jatuh menyentuh tanah, semesta ini pun meledak.
Contoh lain dari #RT @yanuunay: ia tulis cerita seru kpd sepupunya soal ssungai tempat ia biasa berenang. Ceritanya belum terkirim, sorenya ia tenggelam.
Contoh lain dari #RT @dedirahyudi: Dia kirim mimpi buruk di pagi hari. Malamnya mimpi itu kembali lagi. Prangkonya kurang!
Fiksi mini di Twitter menunjukan bahwa sastra bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi saat ini, sastra menjadi lebih demokratis untuk siapa saja yang ingin meminatinya, sastra menjadi tetap relevan dengan kehidupan nyata dan dengan perubahan jaman sekarang. (Ad)

*sebagian tulisan dikutip dari koran Kompas edisi Minggu 11 April 2010 dan dari catatan Agus Noor
Apa Perbedaan Drama dan Teater ?

Bila mendengar kata Drama berarti kita membayangkan sebuah pertunjukan seni peran, begitu juga saat mendengar kata Teater pasti terlintas dari pikiran kita sebuah pertunjukan seni peran lalu apa perbedaan dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani ini?
Drama adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu draomai (kata kerja : dran)kata dran yang berarti berlaku(“to do”)atau bertindak (“to act”) disamping itu drama selalu dikaitkan dengan istilah play (permainan), naskah, lakon, cerita, tonil, sandiwara, hingga teater(dramaturgi 1 :Autar Abdilah). Taeter berasal dari bahasa Yunani : theatron,berarti panggung pertunjukan, sehingga sekarang ini kata teater sering digunakan untuk menunjukan sebuah gedung pertunjukan atau gedung film.
Sebernarnya secara etimologis , sudah terlihat perbedaan antara drama dan teater, tapi pada perjalanan selanjutnya teater lebih merujuk pada pertunjukan seni drama atau kelompok drama, hingga tidak terlihat perbedaan antara teater dan drama. Bila dilihat dari arti luas drama menurut”Oxpord Dictionery” drama merupakan suatu susunan prosa atau syair. Ia digubah sedemikian rupa untuk tujuan pementasan. Sedangkan cerita dalam pementasan itu berhubungan dengan adanya dialog dan tindakan yang disertai dengan gerak dan isyarat, kostum, dan pemandangan yang menyerupai kehidupan nyata, sebuah lakon. Sedangkan bila dilihat dari sejarah teater bermula dari ritual upacara pemujaan roh nenek moyang atau kepercayaan yang menanpilkan gerak tari dan gerak-gerak teatrikal.
Perbedaan teater dan drama sebenarnya semakin jelas bahwa drama yang merupakan sebuah karya sastra memerlukan teks atau naskah untuk pertunjukanya, tetapi teater tidak harus menggunakan naskah untuk pertunjukannya, setiap naskah yang dipersiapkan untuk sebuah pementasan seni peran itu bisa disebut naskah drama sedangkan pada pertunjukannya itu bisa disebut pementasan teater, itu juga sebabnya dalam pendidikan di sekolah, teater masuk dalan mata pelajaran seni budaya dan drama sudah jelas masuk pada mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia.
Teater atau drama di Indonesia memiliki istilah tersendiri yaitu sandiwara, sandiwara terdiri dari dua kata yaitu sandi yang berarti rahasia dan wara atau warah yang berarti pengajaran jadi sandiwara bisa diartikan pengajaran yang dirahasiakan karena dalam pertunjukan teater selalu memberikan pengajaran yang tersembunyi. Namun kata drama dan teaterlah yang lebih familiar di Indonesia untuk menggambarkan sebuah pertunjukan seni peran, mungkin karena masyarakat indonesia yang lebih menyukai hal-hal yang berasal dari dari luar negeri atau kata-kata ini yang sudah sangat melekat di telinga masyarakat yang sulit untuk diubah, sehingga jika mendengar kata sandiwara masyrakat selalu berasumsi bahwa itu adalah sebuah pertunjukan teater rakyat atau sesuatu yang berbau tradisional padahal pada dasarnya kata sandiwara memiliki arti yang sama dengan teater ataupun drama.(Ad)

Mari Berteriak


ShoutMix chat widget